Oleh : Yusriana Badruzzaman
Foto: Koleksi Kantor Camat DI
Pernah lihat foto seperti di atas? Foto ini beberapa waktu lalu di share di group What Apps kantor saya. Foto yang menceritakan tentang sampah di pinggir jalan umum yang menumpuk, berserakan, membusuk, dengan aroma tak sedap serta lalat yang mengerubunginya. Saya yakin, kita juga melihat kondisi seperti itu disekitar kita.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia; tahun 2020 total produksi sampah nasional telah mencapai 67,8 juta ton. Rata-rata setiap hari ada sekitar 185.753 ton sampah yang dihasilkan dari 270 juta penduduk. Artinya setiap orang Indonesia memproduksi sampah 68 gram atau lebih setengah kilo setiap harinya.
Data juga berbicara bahwa setiap tahun, produksi sampah terus meningkat dengan jumlah yang cukup fantastik. Jika tidak dilakukan usaha serius dan berkesinambungan baik dari pemerintah maupun dari kita selaku produsen sampah, maka dapat dipastikan bahwa sampah akan memicu berbagai masalah. Dari masalah kesehatan, kelestarian lingkungan hidup sampai konflik sosial.
Ternyata dari sekian banyak produksi sampah nasional tersebut, persentase sampah terbesar berasal dari rumah tangga. Saya menterjemahkan ini bahwa kita mempunyai kekuatan besar untuk mengurangi produksi sampah, yaitu dengan memulainya dari diri kita sendiri dengan hal-hal yang sederhana dan dimulai saat ini juga. Kita harus mengendalikan dan mengelola sampah yang berasal dari di kita dan keluarga.
Banyak cara yang bisa kita lakukan dan sangatlah mudah. Jika ini kita jadikan sebagai gaya hidup, saya yakin akan membawa efek yang sangat signifikan terhadap penurunan produksi sampah. Kita bisa mulai dengan mengendalikan sampah kita (prefentif/pencegahan) dengan Rethink, refuse dan reduce.
Rethink maksudnya berpikir ulang saat akan membeli sesuatu. Tanyakan kepada diri apa yang perlu dibeli, mengapa kita membelinya, seberapa panjang waktu kebermanfaatanya, bagaimanakah dan dimanakah ia pada akhirnya.
Refuse, berusaha membeli sesuatu yang alami atau mampu ”dihancurkan” oleh alam tanpa mengeluarkan zat-zat yang berbahaya bagi manusia sendiri dan lingkungan sekitar. Contoh sederhana, jika harus memilih tempe dengan kemasan plastik atau dibungkus daun pisang, pilihlah yang dibungkus daun pisang.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi sampah (reduce), misalnya membawa minuman dengan botol dan peralatan makan yang bisa dipakai berulang-ulang. Memilih produk yang dapat didaur ulang, menghemat makanan, menghabiskan makanan yang ada dipiring kita dan sebagainya.
Jika ada barang atau benda tidak bergunaka lagi alias sudah menjadi sampah maka kelola ia, pilih dan pilahlah. Mungkin masih ada yang bisa kita gunakan kembali (Reuse). Kumpulkan pakaian layak pakai dan sumbangkan kepada yang memerlukan atau gunakan sisa kertas yang masih kosong adalah upaya kita untuk mengelola sampah.
Pilih dan pilahlah, barangkali ada yang bisa kita perbaiki (Repair) semisal sol sepatu yang menipis, alat eloktronik yang perlu servis. Sementara sampah yang mudah membusuk (Organik), bisa dikubur di perkarangan rumah kita atau kita jadikan kompos (Rot) sebagai pupuk tanaman kita.
Andai mempunyai waktu luang, sisa organik berupa kulit buah yang masih bagus dapat kita sulap menjadi cairan handsanitezer atau cairan pembersih serba guna yang ramah lingkungan. Eco enzyme juga bermanfaat sebagai pengendali hama dan penyakit pada tanaman serta ikut memperbaiki struktur tanah.
Terakhir, lakukan daur ulang (recycle/Upcycle). Untuk ini sangat diperlukan kreatifitas kita, mengubah atau mengkreasikan “sampah” menjadi suatu benda karya seni tinggi dan bisa bermanfaat kembali. Ada satu hasil recycle yang tidak memerlukan ketrampilan khusus, sangat mudah bahkan anak-anakpun bisa melakukannya; yang dibutuhkan hanyalah kemauan. Eco Brick. Eco Brick adalah salah satu cara untuk mengelola sampah plastik kita. Namun bukan berarti kita bisa sesuka hati menggunakan plastik, tetap diet plastik yaa…
Mengapa harus mengendalikan dan mengelola sampah kita? Yaitu itu tadi, jumlah sampah yang dari tahun ke tahun terus meningkat, seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Sementara disisi lain lahan atau tanah tidak pernah bertambah luas. Jika hal tersebut diatas tidak segera kita lakukan, bukankah tidak mustahil suatu hari ini kita akan tidur bersama sampah?
Belum lagi sampah organik yang mendominasi sampah nasional hingga 57%. Benar bahwa sampah ini mudah terurai namun dalam prosesnya, ia akan mengeluarkan aroma tidak sedap, mengganggu estetika, menjadi tempat berkembangnya vector berbagai penyakit. Sampah organik yang terurai juga mengeluarkan gas Metana,yang mudah terbakar dan meledak. Gas efek rumah kaca ini pula penyebab kenaikan suhu bumi. Mencairkan es di kutub sehingga menenggelamkan pulo-pulo kecil. Mematikan karang-karang, tempat tinggal dan berkembang biaknya aneka ikan.
Sampah plastik, walaupun komposisinya 16 % namun sangatlah mengganggu. Sifatnya yang sulit terurai dan bisa membutuhkan waktu hingga ribuan tahun. Penguraian plastik akan mengeluarkan racun dari zat adiktif yang ditambahkan ke plastik dan melepaskan mikroplastik yang sangat berbaya bagi mahluk hidup. Ia akan mencemari tanah, air dan udara.
Ayoklah teman, kita mulai dari diri kita sendiri untuk hal yang sederhana, disaat ini juga. Kendalikan dan kelola sampah kita. Jangan tunggu lagi karena bumi tempat tinggal kita hanya satu, kelak ia akan diwariskan kepada anak cucu kita. Jangan sampai mereka kesulitan mendapatkan air bersih atau kapan saja harus selalu berpakaian seperti astronot, karena kwalitas udara yang sangat buruk. Semoga tidak terjadi, keturunan kita kelaparan sebab tak ada lagi tanaman yang bisa tumbuh di atas tanah yang memadat dan iklim yang tak bersahabat.
Banda Aceh, 16 Juni 2021