Apa Kabar Lautku?

By Sinthya Anggraeny – June 18 2021

 

Apa kabar lautku? Ini merupakan kalimat yang sangat singkat dan terdengar biasa saja ditelinga orang awam. Namun, bagi sebagian orang merupakan kalimat yang menusuk dihati. “Emang ada apasih dengan laut kita?”

Laut juga merupakan sumber mata pencaharian bagi sebagian masyarakat di indonesia. Contohnya saja masyarakat yang tinggal didekat pantai. Mayoritas keseharian mereka menjadi nelayan dan sebagian lagi memanfaatkan potensi alam yang mereka punya untuk dikembangkan menjadi lokasi wisata. Bisa kita lihat betapa terkenalnya pulau Bali dikancah dunia internasional karna pantainya yang eksotis dan sangat memukau.

Tapi faktanya saat ini, banyak sekali laut kita yang tercemar oleh sampah. Baik itu sampah organik maupun anorganik. Dikutip dari laman merdeka.com, sebanyak 7000 ton sampah dihasilkan setiap harinya dan menumpuk di pesisir utara Jakarta. Dari 7000 ton tersebut sebanyak 2000 ton merupakan sampah plastik. Sampah sampah ini dibuang oleh masyarakat Jakarta dan akhirnya menumpuk dipesisir pantai hingga menimbulkan pemukiman kumuh di Kampung Nelayan, Penjaringan, Jakarta Utara.

http://merdeka.com

Pemandangan pemukiman kumuh yang disebabkan oleh tumpukan sampah ini terus berjalan dan masih ada hingga sekarang di Kampung Nelayan, Penjaringan, Jakarta Utara. Ini adalah masalah yang cukup serius dan harus ditangani secara cepat dan tuntas. Karna sampah sampah tersebut sudah bercampur antara sampah organik dan sampah anorganik. Sehingga sangat sulit bagi petugas untuk memilah mana sampah organik dan sampah anorganik. Keadaan ini sangat merugikan sebab bisa menurunkan hingga menghilangkan nilai ekonomi dari sampah itu sendiri. Sampah plastik yang dipilah dan masih memiliki nilai ekonomi yang cukup baik akan sangat bermanfaat jika didaur ulang dan bermanfaat untuk mengurangi volume sampah yang sudah sangat menggunung. Karna sebagaimana kita tahu, sampah anorganik sangar sulit untuk terurai secara alami oleh alam.

Permasalahan yang timbul dari sampah juga pasti erat kaitannya dengan kesehatan. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai akan sangat rentan terkena penyakit jika selalu terkontaminasi oleh bakteri bakteri yang berasal dari sampah tersebut. Kuman dan bakteri bisa saja dapat menyerang air yang terdapat di lingkungan pemukiman warga dan menimbulkan wabah penyakit. Diantaranya diare, tifus dan demam berdarah.

Indonesia yang terkenal sebagai negara maritim dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km. Dengan garis pantai yang sepanjang ini, Indonesia mendapat predikat dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Ini merupakan kesempatan sekaligus ancaman bagi kita. Dengan banyaknya pantai yang ada di negara kita, ini merupakan anugerah dari Tuhan untuk negara kita karna banyak sekali potensi potensi alam yang bisa dijadikan tempat wisata dan hasil lautnya yang sangat melimpah ruah. Nah, dengan potensi potensi ini juga kita punya ancaman yang besar juga untuk menjaga pantai dan laut kita agar tetap bersih dan aman dari zat zat beracun yang dapat mencemari biota laut yang ada dibawahnya. Karna sudah banyak sekali berita yang beredar dimasyarakat bahwa banyak ditemukan ikan ikan mati di pinggiran laut dan sungai akibat dari limbah dan sampah. Baik itu sampah rumah tangga maupun ampah industri. Sungguh memprihatihkan bila mengingat banyak masyarakat kita yang tinggal di pinggiran pantai dan mengantungkan nasibnya menjadi nelayan. Ini sangat sangat tidak adil bagi mereka. Karna sampah yang kita hasilkan setiap harinya, mereka yang terkena imbasnya.

Juga banyak ditemukan hewan hewan laut lainnya yang mati akibat menelan sampah plastik. Kenapa bisa demikian? Hewan hewan besar seperti penyu, ikan paus dan ikan ikan besar lainnya bisa saja mengira bahwa sampah plastik itu merupakan makanannya. Karna sampah plastik banyak sekali mengambang di lautan bebas dan sampah sampah tersebut berkilauan jika terkena cahaya matahari. Ketika hewan hewan laut menelan sampah plastik yang tidak bisa terurai di air laut, sampah sampah itu akan mengendap di lambung dan dapat menyebabkan gangguan pencernaan hingga akhirnya menyebabkan kematian bagi hewan hewan laut tersebut. Secara tidak langsung perbuatan kita yang secara sengaja membuang sampah ke sungai ataupun ke laut telah mencemari lingkungan laut serta membunuh hewan hewan yang ada didalamnya. Tanpa kita sadari, kita sudah terlalu kejam terhadap alam teman teman.

Ada satu cerita tentang tradisi unik masyarakat di Papua. Di Papua terdapat hutan yang mana hutan ini merupakan hutan mangrove dan sangat sakral fungsinya bagi masyarakat setempat, terutama bagi kaum wanita. Teluk ini bernama Teluk Youtefa. Di kampung mereka, ada tradisi yang mana hanya perempuan saja yang boleh memasuki teluk tersebut. Jika ada laki laki yang berani melanggar adat dan masuk ke teluk hutan mangrove tersebut akan dikenakan sanksi adat. Teluk itu memiliki fungsi yang sangat vital bagi kaum hawa dikampung tersebut. Biasanya setiap hari para ibu ibu dan anak gadis mereka pergi ke teluk hutan mangrove yang biasa disebut “Hutan Perempuan” itu untuk mencari kerang. Mereka mencari kerang dengan tidak memakai busana. Jadi sangat terlarang bagi kaum pria untuk memasuki kawasan hutan perempuan. Disitulah tempat para perempuan Kampung Enggros, Papua ini berbagi cerita satu sama lain. Mulai dari permasalahan rumah tangga, hingga masalah ekonomi. Tapi kini Teluk Youtefa sudah berubah. Banyak sampah yang tersangkut di akar akar pohon mangrove dan membuat hutan perempuan menjadi sangat kotor. Air laut yang dulu jernih sudah berubah menjadi keruh dan banyak sampah mengapung diatasnya. Saat pasang, air membawa banyak sampah ke dalam teluk. Dan saat surut, sampah tersebut tersangkut dan tidak bisa keluar dari dalam hutan mangrove tersebut. Kejadian ini terjadi terus menerus setiap harinya dan membuat sedih para penduduk sekitar Teluk  Youtefa. “Laut kini sudah banyak berubah, kemana lautku yang dulu? Jika hutan perempuan terus dirusak, dimana lagi tempat kami bisa berbagi suka duka bersama perempuan perempuan lainnya” Begitulah kata para ibu ibu di Kampung Youtefa, tempat Hutan Perempuan Berada.

Teluk Youtefa, Hutan Perempuan (sumber http://kompas.com)

Dengan melihat beberapa fenomena yang terjadi saat ini, mari kita renungkan. Sudahkan kita bertanggung jawab atas sampah yang kita hasilkan setiap harinya? Jika belum, mari sama sama kita jaga kebersihan laut Indonesia agar anak cucu kita tidak hanya melihat gundukan sampah yang mengapung dilautan kelak. Kita bisa mulai dengan tidak membuang sampah ke sungai, danau maupun ke laut. Buanglah sampah pada tempatnya dan pisahkan sampah organic dan anorganik agar nilai ekonomis dari sampah anorganik yang kemungkinan bisa didaur ulang dapat didaur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *